Seorang Anak Yg Merebutkan Hak Asuh Ibunya Di Pengadilan.




Kisah Nyata Mengharukan: Seorang Anak Yg Merebutkan Hak Asuh Ibunya Di Pengadilan.

Haizan al-fahidi, pria ini bukan orang terkenal, bukan selebritis, bukan bintang sepak bola, bukan pula seorang pejabat, Tapi kisah hidupnya sungguh menggugah nurani,

Kisah Hizan bermula dan menjadi perhatian publik, saat perkaranya di pengadilan Arab Saudi.

Dia adalah lelaki yang baik, tegar dan bertanggung jawab. Sejak usia remaja hingga menjadi dewasa ia selalu menjaga adik dan ibunya, Dan kali ini dia benar-benar tidak bisa menahan linangan air matanya, Dia menangis bukan karena di-PHK. Dia menangis bukan karena warisan, Dia menangis bukan karena di jatuhi hukuman, Tapi dia menangis karena kalah di persidangan atas hak asuh ibunya.

Sungguh besarnya rasa sayang Haizan kepada ibunya, ia sudah sekian lama hidup bersama ibu dan adiknya. Karena dia menjadi seorang kakak, maka dia mengambil tanggung jawab atas ibu dan adiknya. Adiknya diperjuangkan agar tetap bisa melanjutkan sekolah hingga bisa mengubah nasibnya dan menjadi orang yang berhasil, walau kala itu memang hidupnya pas-pasan.

Dan akhirnya sang Adik pun tumbuh besar, ia telah berhasil dan menjadi seorang yg hidup berkecukupan, ia kini tinggal di kota yang jauh dari Haizan dan ibunya.

Hingga suatu hari adik Haizan datang menjenguk ibu dan Haizan. Dalam kesempatan itu, adik Haizan meminta agar dirinya di izinkan membawa ibunya ikut bersamanya ke kota tempat di mana dia tinggal sekarang, dengan tujuan supaya kehidupan sang ibu bisa lebih terjamin.

Tetapi Haizan menolak permintaan adiknya, karena selama ini dia yang menjaganya dan terbiasa hidup bersama ibunya dalam suka dan duka. Haizan tidak ingin berpisah dan melepas ibunya, ia ingin merawatnya hingga ajal menjemputnya, karena itu adalah bagian dari bakti kepada ibunya.

Sebaliknya, adik Haizan juga merasa punya hak untuk berbakti kepada ibunya, dan bukti bakti itu akan ia wujudkan dengan merawat dan memberikan fasilitas yang diperlukan ibunya dengan baik. Karena adik Haizan kasihan melihat kakanya tidak memiliki kemampuan materi untuk merawat dan memberikan fasilitas ibunya yg semakin menua.

Masalah ini pun tak terselesaikan, Dua saudara kakak dan adik ini tetap tidak ada yg mau mengalah, masing-masing tetap bersikeras ingin merawat ibunya, hingga akhirnya perselisihan mereka pun di ajukan ke pengadilan.

Sidang pertama dijadikan oleh pengadilan sebagai forum mediasi untuk menyelesaikan masalah secara kekeluargaan. Pengadilan memberikan beberapa alternatif solusi, misalnya dengan bergantian mengasuh, memberikan biaya hidup dan perawatan, atau mengasuh bersama-sama. Tetapi karena jarak tempat tinggal keduanya yang cukup jauh dan masing-masing ingin membaktikan diri secara fisik, mereka tidak bisa menerima saran itu. Mereka tetap meminta keputusan dari hakim agar ditetapkan siapa yang berhak merawat ibunya. Maka sidang ditunda, dan hakim meminta pada sidang selanjutnya supaya ibu mereka dihadirkan.

Dan hari yg di tentukan itu telah tiba, pada sidang kali ini, dua saudara kakak dan adik itu menghadirkan ibunya.

Hakim bertanya : “Ibu, bagaimana menurut ibu ? Kepada siapa ibu memilih ?”

Ibu menjawab : ”Pak Hakim, saya tidak bisa memilih. Mata kanan saya menangis untuk Haizan, dan mata kiri saya juga menangis untuk adik Haizan. Mereka berdua adalah anak-anak saya, dan mereka berdua jg menyayangi saya.

Hakim terkagum-kagum mendengar jawaban sang ibu, dan ia takjub kepada anak-anaknya yang menunjukkan kasih sayang dan bakti kepada ibunya sampai di jadikan rebutan.

Bahkan ia menyatakan baru kali pertamanya sepanjang hidup menjadi hakim menangani masalah seperti ini, bahkan bisa jadi ini satu-satunya di dunia.

Sebab ini peristiwa yang aneh dan langka, apa lagi di zaman kapitalis, dimana pada umumnya saudara-saudara sekandung akan merasa senang kalau ada salah satu dari saudara yang mengambil alih tanggung jawab terhadap orang tuanya ? jarang ada anak yang berebut hak merawat orang tua sampai ke pengadilan,
biasanya yang ada hanyalah merebutkan warisan.

Melihat kondisi semacam itu, akhirnya hakim harus memutuskan salah satu pilihan, apakah sang ibu hidup bersama Haizan atau hidup bersama adiknya? Pertimbangan hakim adalah jaminan masa depan dan kelangsungan hidup dan biayanya. Setelah menimbang, melihat dan akhirnya memutuskan, sang hakim menjatuhkan putusan bahwa yg berhak merawat sang ibu adalah adik Haizan, dengan pertimbangan karena keadaan perekonomian adik Haizan yang lebih memungkinkan untuk masa depan ibunya.

Mendengar keputusan hakim itu, Maka berarti Haizan juga kalah dalam persidangan ini, dan ia harus merelakan ibunya di rawat sang adik.

Haizan pun menangis histeris. Ia menangis bukan karena kesal kalah di persidangan dengan adiknya, nmn ia menangis karena merasa akan kehilangan sosok ibu di tengah-tengahnya yg ia sayangi,

Dalam tangisnya dia pun berkata : “Ya Allah, jangan karena aku miskin, lalu aku tidak bisa memberikan bakti dan kebaikan kepada ibu ku, maka izin kan doa ku selalu bersamanya, meski raga ibu ku bersama adik ku,
.
Sungguh kisah nyata yg mengharukan dan serat dengan hikmah yg bisa kita jadikan renungan dan pelajaran. Semoga kita termasuk anak-anak yg sholeh mampu berbakti kepada orang tua dengan baik.

0 komentar

PERBANYAK TEMAN SHALIH

  Sungguh bersahabat dengan orang-orang yang saleh adalah nikmat yang sangat besar. Umar bin Khattab رضي الله عنه berkata, ما أعطي العبد بعد...