Merantaulah, Karena dengan merantau ada banyak sekali hikmah yg dapat kita petik dan dijadikan pelajaran, entah itu bertambahnya saudara, teman, penghasilan, ilmu, kemandirian, komunitas baru, wawasan dan pengalaman hidup yg berharga yg tidak dimiliki oleh orang2 yg tidak merantau.
Sebab itulah mengapa islam menganjurkan kita agar merantau dan tidak hanya berdiam diri di kampung halaman saja, Dan kebiasaan merantau ini juga sudah sejak zaman Nabi shallallahu alaihi wa sallam ajarkan, Sebagaimana hal ini kita bisa lihat dalam sejarah para Nabi dan para sahabat selalu diwarnai dengan dunia pengembaraan, entah itu berdakwah, berdagang atau rihlah thalabul ‘ilmi.
Dalam al-Qur’an pun Allah Subhanahu wa Ta’ala menganjurkan kaum muslimin untuk merantau, karena dengannya kita bisa melihat kekuasaan Allah yang lebih luas. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an, “Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (Q.S. al-Mulk [67]: 15)
Tokoh-tokoh ulama yang hebat pun kisahnya tidak luput dari cerita tentang kisahnya dalam perantauan. tak terkecuali ulama fiqih. Seorang imam mazhab yang ajarannya banyak diterapkan secara luas di Indonesia, yakni Imam Asy Syafii rahimahullah. Beliau juga melakukan rihlah keilmuan ke banyak penjuru, mulai dari Makkah, Madinah, Baghdad, serta banyak negeri lainnya, dan akhirnya wafat di Mesir.
Karyanya banyak dijadikan rujukan dalam ilmu fiqih, dan mazhabnya menjadi satu di antara empat mazhab fiqih yang diakui secara luas oleh kalangan Ahlussunnah wal Jamaah. Di luar karya-karya fikih yang monumental, ternyata ulama bernama asli Muhammad bin Idris ini juga mengarang kitab berisi kumpulan syair-syair renungan dan hikmah, yang dinamakan Diwan asy Syafi'i.
Banyak sekali hal yang beliau ulas dalam kitab itu, mulai refleksi keagamaan, kehidupan sosial, perjalanan mencari ilmu, juga tata krama bersama orang lain. Nah, salah satu syair yang diabadikan oleh beliau adalah tentang hikmah safar, Dimana dlm syair tersebut sangat baik kita renungkan maknanya adalah nasihat beliau agar seseorang merantau, meninggalkan zona nyamannya menuju wilayah baru, suasana baru, pengalaman baru, dan berkenalan dengan orang-orang baru pula. Nasihat tersebut disusun dalam bait syair berikut ini :
Merantaulah…
Orang berilmu dan beradab tidak diam beristirahat di kampung halaman.
Tinggalkan negerimu dan hidup asing (di negeri orang).
Merantaulah…
Kau akan dapatkan pengganti dari orang-orang yang engkau tinggalkan (kerabat dan kawan).
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.
Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan..
Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, akan keruh menggenang.
Singa jika tak tinggalkan sarang, tak akan dapat mangsa..
Anak panah jika tak tinggalkan busur, tak akam kena sasaran.
Jika matahari di orbitnya tak bergerak dan terus berdiam..
tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang.
Bijih emas tak ada bedanya dengan tanah biasa di tempatnya (sebelum ditambang).
Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa jika di dalam hutan.
Jika gaharu itu keluar dari hutan, ia menjadi parfum yang tinggi nilainya.
Jika bijih memisahkan diri (dari tanah), barulah ia dihargai sebagai emas murni.
[Diwan al-Imam asy-Syafi’i. Cet. Syirkah al-Arqam bin Abi al-Arqam. Beirut. Hal. 39]
____________________________
Habibie Quote:
25 Shafar 1442 / 13 Oktober
IG - www.instagram.com/habibiequotes_
Situs web: http://ahlulittiba.com
0 komentar